Ahad, 1 Mei 2011

Pragmatik

PRAGMATIK


Dalam komunikasi, satu maksud atau satu fungsi dapat diungkapkan dengan berbagai bentuk/struktur. Untuk maksud “menyuruh” orang lain, penutur dapat mengungkapkannya dengan ayat imperatif, ayat deklaratif, atau bahkan dengan ayat interogatif. Dengan demikian, pragmatik lebih cenderung ke fungsionalisme daripada ke formalisme. Pragmatik berbeza dengan semantik dalam hal pragmatik mengkaji maksud ujaran dengan satuan analisisnya berupa perlakuan bercakap (speech act), sedangkan semantik merujuk kepada makna satuan lingual (kata atau ayat) dengan satuan analisisnya berupa erti atau makna.

Kajian pragmatik lebih menitikberatkan pada ilokusi dan perlokusi daripada lokusi sebab di dalam ilokusi terdapat daya ujaran (maksud dan fungsi tuturan), perlokusi berarti terjadi tindakan sebagai akibat dari daya ujaran tersebut. Sementara itu, di dalam lokusi belum terlihat adanya fungsi ujaran, yang ada barulah makna kata/ayat yang diujarkan.

Pelbagai Lakuan Komunikasi (LK) yang terjadi dalam masyarakat, baik LK representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif, LK langsung dan tidak langsung, maupun LK harafiah dan tidak harafiah, atau kombinasi dari dua/lebih LK tersebut, merupakan bahan sekaligus fenomena yang sangat menarik untuk dikaji secara pragmatis. Misalnya, bagaimanakah LK yang dilakukan oleh orang apabila ingin menyatakan suatu maksud tertentu, seperti menyuruh, meminjam, meminta, memuji’, berjanji, melarang’, dan memaafkan. Pengkajian LK tersebut tentu menjadi semakin menarik apabila peneliti mau mempertimbangkan prinsip kerja sama Grice dengan empat maksim: kuantiti, kualiti, hubungan, dan cara; serta skala pragmatik dan tahap kesopansantunan yang dikembangkan oleh Leech (1983).